twins2010.com

Tragedi Stadion Guinea, Kelompok HAM: Lebh dari 135 Orang Meninggal Dunia

Keputusan wasit yang kontroversial menyebabkan kekerasan penonton dan tembakan gas air mata dari polisi pada pertandingan di kota Nzerekore, Guinea, pada Minggu (2/12/2024).
Lihat Foto

- Kelompok hak asasi manusia di Guinea meyakini bahwa lebih dari 135 penggemar sepak bola tewas dalam kerusuhan di sebuah stadion pada Minggu (2/12/2024), sebagian besar dari mereka adalah anak-anak.

Dikutip dari BBC, angka tersebut, walau belum diverifikasi, jauh melebihi jumlah kematian resmi dari pemerintah yaitu 56 orang.

Kelompok HAM bernama The Collective of Human Rights Organizations mengatakan bahwa perkiraan tersebut didasarkan pada informasi dari rumah sakit, pemakaman, saksi mata di stadion, keluarga korban, masjid, gereja, dan media lokal. 

Lebih dari 50 orang lainnya masih dinyatakan hilang, kata organisasi tersebut melanjutkan.

Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa kerusuhan di stadion di Guinea timur laut ini dipicu oleh keputusan kontroversial wasit.

Baca juga: Dua Tahun Tragedi Kanjuruhan, Perwakilan PT LIB Audiensi dengan Keluarga Korban

Tragedi itu terjadi saat final turnamen untuk menghormati pemimpin militer Guinea, Mamady Doumbouya, di sebuah stadion di Nzerekore, salah satu kota terbesar di negara Afrika Barat ini.

Para penonton di stadion melempar batu, memicu kepanikan dan baku hantam, kata pernyataan pemerintah, yang menjanjikan sebuah investigasi.

Seorang saksi yang menghadiri laga mengatakan bahwa sebuah kartu merah kontroversial pada menit ke-82 pertandingan memicu kekerasan di stadion.

“Lemparan batu dimulai dan polisi turun tangan, menembakkan gas air mata. Dalam keributan yang menyusul, saya melihat orang-orang terjatuh ke tanah, anak-anak terinjak-injak. Sangat mengerikan,” kata Amara Conde kepada Reuters melalui telepon.

Kelompok HAM itu mengatakan ada penggunaan gas air mata berlebihan di area tertutup, dan menambahkan bahwa kendaraan yang membawa para pejabat yang meninggalkan stadion juga menabrak warga yang mencoba melarikan diri.

Sementara, AL Jazeera menulis laporan dari aliansi oposisi Pasukan Hidup Guinea (FVG) bahwa serangan tersebut telah menewaskan “sekitar 100 orang”.

Baca juga: Dua Tahun Tragedi Kanjuruhan, Kontras Nilai Negara Abai dalam Upaya Usut Tuntas

Dewan Tinggi Diaspora, sebuah organisasi warga Guinea yang tinggal di luar negeri, juga menerbitkan sebuah pernyataan yang menyatakan “300 orang tewas, sebagian besar dari mereka adalah anak muda dan remaja, dan ratusan orang terluka, beberapa di antaranya serius”.

Seorang jurnalis bernama Paul Sakouvogi mengutarakan kepada BBC bahwa stadion tersebut hanya "punya satu pintu keluar sangat kecil" yang menyebabkan orang-orang berhimpitan saat hendak kabur dari stadion.

Namun, jumlah korban meninggal tersebut dibantah oleh seorang pejabat senior kesehatan regional yang dihubungi AFP. Pejabat itu berbicara secara anonim agar tidak mewakili atas nama pihak berwenang.

Dia mengatakan agar berpegang teguh pada angka pemerintah.

“Mereka berbicara omong kosong,” katanya, mengacu pada angka yang dikemukakan di tempat lain.

AFP mencatat bahwa kurangnya informasi terpusat dan transparansi yang disengaja atau tidak disengaja membuat sulit untuk mendapatkan jumlah korban jiwa tepat dari tragedi-tragedi semacam itu di Guinea.

Guinea adalah salah satu dari beberapa negara Afrika yang saat ini dilarang mengadakan pertandingan sepak bola internasional karena tidak memenuhi standar internasional.

Perdana Menteri Mamadou Oury Bah pada hari Selasa mengumumkan tiga hari berkabung nasional untuk para korban.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat